Tari
Glipang adalah sebuah tari rakyat yang merupakan bagian dari pada
kesenian tradisional Kabupaten Probolinggo.Tidak ada bedanya dengan
tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah Jawa Timur yang merupakan
bagian dari kesenian Ludruk.
Parmo cucu pencipta Tari Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar.
Di ceritakan oleh Parmo, Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura.Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil.
“Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.
Sari Truno kemudian mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya yang bernama Asia atau yang biasa dipanggil Bu Karto..Parmo yang saat itu masih berusia 9 tahun mencoba ikut menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan.Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
Pertama tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda.Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar.Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan.
“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.
Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya.Jiwa Sari Truno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini.
Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah.”Waktu itu digambarkan bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan.Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo.Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo.Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki,” jelas Parmo.
Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur.”Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat,” terang Parmo.
Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo.
“Untuk menghormati perjuangan kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap melestarikannya sampai kapanpun.Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng tersebut dengan sesama orang Madura.Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh bertemu dengan saudara dari Madura.Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari Madura ke Jawa, sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng tersebut,” imbuh Parmo
Minggu 12 April 2009 lalu, sejumlah kesenian tradisional asal Kota Probolinggo unjuk gigi di acara agenda tahunan bertajuk "gado-gado pendalungan" yang dilaksanakan di anjungan Jawa Timur, TMII di Jakarta. Acara itu merupakan gelaran kepala kantor perwakilan pemerintah provinsi Jawa Timur di Jakarta.
Pemangku jabatan struktural di Dispobpar seperti Kabid Kebudayaan Wiwik Erna WD, Kabid Pariwisata Kukuh Suryadi, dan Kasi Pengembangan Kesenian dan Budaya Nunik Tri Widarti punya banyak cerita mengenai penampilan mereka pada acara tersebut.
"Ada banyak materi (jenis kesenian) yang kami tampilkan di sana. Syukur juga, ternyata antusiasme penonton di anjungan sangat luar biasa. Tidak hanya kesenian, kami juga mempromosikan prestasi dan program dari Kota Probolinggo," kata Wiwik Erna.
Kesenian yang ditampilkan selama tiga jam itu antara lain tari remo, tari jaran bodag, tari ka somber (ngalak aeng), tari lengger, campur sari dan ludruk. Untuk jaran bodag, seniman yang dilibatkan adalah seniman junior yang terdiri dari pelajar SMP dan PNS (pegawai negeri sipil).
Wiwik dan timnya sengaja membawa jenis kesenian ini, karena masih tradisional tanpa ada modifikasi atau sentuhan modern. Hampir setiap tahun kesenian yang ditampilkan selalu berganti.
Jaran bodag, satu-satunya kesenian yang ditampilkan perdana di TMII. Kenapa harus jaran bodag? Menurut mereka, kesenian jaran bodag sangat mewakili karakter Kota Probolinggo. Bahkan sudah menjadi ciri khas kota ini. Dan rencananya, jaran bodag akan ditampilkan setiap tahunnya.
Seperti cerita biasanya, di TMII jaran bodag membawakan cerita klasiknya. Jaran bodag yang identik dengan alat musik kenong telok itu menghibur para penonton. Jaran bodag ini berbeda dengan kuda kencak. Namanya juga bodag yang berarti kayu.
Personelnya ada enam orang. Dua orang menjadi kuda, dua lainnya menjadi janis (penuntun kuda) yang juga berdialog dengan kuda. Ditambah penari dua orang plus pemain musik enam orang.
"Pemain jaran bodag sengaja kami bawa yang masih junior, dari pegawai negeri dan pelajar. Bukannya ada maksud apa-apa, kami hanya ingin regenerasi saja. Selanjutnya seniman jaran bodag senior juga akan kami libatkan," kata Wiwik.
Khusus untuk para penarinya ada Lusi dari Bawasda, Alifiah dari Dispobpar, dan ua pelajar dari SMP Negeri 9 Kota Probolinggo Dini dan Vita. Selain itu, dua orang penari lainnya Indah dan Tutus Kurniawati dari Sanggar Mitra Seni (SMS) Jl Suyoso.
Kata Nunik, keenam orang itu bukan pemain asli jaran bodag. Oleh sebab itu persiapan yang dibutuhkan ketika akan tampil di TMII dilakukan sangat ekstra. Dua bulan lamanya mereka harus berlatih dengan keras setiap hari. Meski pun orang baru, penampilan jaran bodag juga bisa merebut hati para penonton di sana.
"Temanya jaran bodag aleng-leng (keliling) dengan dialek suku Madura. Pokoknya semuanya asli berbau tradisional. Penampilan jaran bodag juga memukau penonton warga Probolinggo yang sudah lama menetap di Jakarta," cerita Wiwik.
Ya. Di ibu kota, terdapat ikatan keluarga besar Probolinggo di Jakarta yang bernama Yuangga. Mereka semua asli orang kota mangga tetapi sudah berdomisili di Jakarta dan melakoni berbagai profesi. Yuangga diketuai oleh Dian Kuswedy, asal jalan Teratai, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Mayangan.
"Dia (Dian) kan sudah 30 tahun tinggal di Jakarta. Waktu melihat kesenian tradisional yang tampil di sana, dia terheran-heran dan sangat kagum. Kira-kira ada 300-an orang yang bergabung dalam Yuangga yang melihat di sana," sahut Nunik.
Wiwik menambahkan, orang Yuangga itu justru bingung dan tidak tahu jenis kesenian yang ditampilkan. Tetapi, mereka sempat memberikan standing applause (aplaus sambil berdiri) kepada Kota Probolinggo. "Ada yang bilang mau nanggap kalau mau ada acara sunatan sama nikahan. Orang Jakarta sendiri sangat terkesan dengan kesenian yang kami tampilkan," imbuhnya.
Tidak hanya jaran bodag, tari lengger juga ikut nimbrung di gado-gado pendalungan. Ada yang menarik, saat tari lengger akan tampil, para anggota Yuangga sempat berpikiran negatif. Karena yang mereka kenal, lengger Mangunharjo selalu dianggap sebagai gambaran kesenian yang kurang menarik.
Tetapi setelah melihat penampilan lengger di TMII, mereka merubah anggapannya sendiri. "Lengger yang kami tampilkan ada modifikasinya. Mereka semua senang. Saya juga membatasi gerakan-gerakan yang dinilai orang pornoaksi dan menjaga nama baik Kota Probolinggo," jelas Wiwik, saat ditemui, kemarin siang.
Di sana mereka juga sempat mempromosikan museum, penghargaan serta prestasi yang dimiliki kota ini. Pameran produk unggulan UKM juga menjadi satu paket dalam gado-gado pendalungan.
"Selain kesenian, pemkot juga diminta untuk menampilkkan produk unggulan UKM yang dipamerkan. Banyak juga yang laris. Seperti sandal batik, bumbu pecel, abon ikan, bordir dan kerajinan keramik,. Yang jelas, acara ini menjadi kebanggan tersendiri bagi Kota Probolinggo" sambung Kukuh, yang ikut nimbrung waktu itu.
Parmo cucu pencipta Tari Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar.
Di ceritakan oleh Parmo, Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura.Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil.
“Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.
Sari Truno kemudian mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya yang bernama Asia atau yang biasa dipanggil Bu Karto..Parmo yang saat itu masih berusia 9 tahun mencoba ikut menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan.Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
Pertama tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda.Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar.Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan.
“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.
Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya.Jiwa Sari Truno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini.
Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah.”Waktu itu digambarkan bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan.Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo.Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo.Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki,” jelas Parmo.
Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur.”Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat,” terang Parmo.
Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo.
“Untuk menghormati perjuangan kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap melestarikannya sampai kapanpun.Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng tersebut dengan sesama orang Madura.Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh bertemu dengan saudara dari Madura.Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari Madura ke Jawa, sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng tersebut,” imbuh Parmo
KESENIAN PROBOLINGGO TAMPIL DI TMII
Minggu 12 April 2009 lalu, sejumlah kesenian tradisional asal Kota Probolinggo unjuk gigi di acara agenda tahunan bertajuk "gado-gado pendalungan" yang dilaksanakan di anjungan Jawa Timur, TMII di Jakarta. Acara itu merupakan gelaran kepala kantor perwakilan pemerintah provinsi Jawa Timur di Jakarta.
Pemangku jabatan struktural di Dispobpar seperti Kabid Kebudayaan Wiwik Erna WD, Kabid Pariwisata Kukuh Suryadi, dan Kasi Pengembangan Kesenian dan Budaya Nunik Tri Widarti punya banyak cerita mengenai penampilan mereka pada acara tersebut.
"Ada banyak materi (jenis kesenian) yang kami tampilkan di sana. Syukur juga, ternyata antusiasme penonton di anjungan sangat luar biasa. Tidak hanya kesenian, kami juga mempromosikan prestasi dan program dari Kota Probolinggo," kata Wiwik Erna.
Kesenian yang ditampilkan selama tiga jam itu antara lain tari remo, tari jaran bodag, tari ka somber (ngalak aeng), tari lengger, campur sari dan ludruk. Untuk jaran bodag, seniman yang dilibatkan adalah seniman junior yang terdiri dari pelajar SMP dan PNS (pegawai negeri sipil).
Wiwik dan timnya sengaja membawa jenis kesenian ini, karena masih tradisional tanpa ada modifikasi atau sentuhan modern. Hampir setiap tahun kesenian yang ditampilkan selalu berganti.
Jaran bodag, satu-satunya kesenian yang ditampilkan perdana di TMII. Kenapa harus jaran bodag? Menurut mereka, kesenian jaran bodag sangat mewakili karakter Kota Probolinggo. Bahkan sudah menjadi ciri khas kota ini. Dan rencananya, jaran bodag akan ditampilkan setiap tahunnya.
Seperti cerita biasanya, di TMII jaran bodag membawakan cerita klasiknya. Jaran bodag yang identik dengan alat musik kenong telok itu menghibur para penonton. Jaran bodag ini berbeda dengan kuda kencak. Namanya juga bodag yang berarti kayu.
Personelnya ada enam orang. Dua orang menjadi kuda, dua lainnya menjadi janis (penuntun kuda) yang juga berdialog dengan kuda. Ditambah penari dua orang plus pemain musik enam orang.
"Pemain jaran bodag sengaja kami bawa yang masih junior, dari pegawai negeri dan pelajar. Bukannya ada maksud apa-apa, kami hanya ingin regenerasi saja. Selanjutnya seniman jaran bodag senior juga akan kami libatkan," kata Wiwik.
Khusus untuk para penarinya ada Lusi dari Bawasda, Alifiah dari Dispobpar, dan ua pelajar dari SMP Negeri 9 Kota Probolinggo Dini dan Vita. Selain itu, dua orang penari lainnya Indah dan Tutus Kurniawati dari Sanggar Mitra Seni (SMS) Jl Suyoso.
Kata Nunik, keenam orang itu bukan pemain asli jaran bodag. Oleh sebab itu persiapan yang dibutuhkan ketika akan tampil di TMII dilakukan sangat ekstra. Dua bulan lamanya mereka harus berlatih dengan keras setiap hari. Meski pun orang baru, penampilan jaran bodag juga bisa merebut hati para penonton di sana.
"Temanya jaran bodag aleng-leng (keliling) dengan dialek suku Madura. Pokoknya semuanya asli berbau tradisional. Penampilan jaran bodag juga memukau penonton warga Probolinggo yang sudah lama menetap di Jakarta," cerita Wiwik.
Ya. Di ibu kota, terdapat ikatan keluarga besar Probolinggo di Jakarta yang bernama Yuangga. Mereka semua asli orang kota mangga tetapi sudah berdomisili di Jakarta dan melakoni berbagai profesi. Yuangga diketuai oleh Dian Kuswedy, asal jalan Teratai, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Mayangan.
"Dia (Dian) kan sudah 30 tahun tinggal di Jakarta. Waktu melihat kesenian tradisional yang tampil di sana, dia terheran-heran dan sangat kagum. Kira-kira ada 300-an orang yang bergabung dalam Yuangga yang melihat di sana," sahut Nunik.
Wiwik menambahkan, orang Yuangga itu justru bingung dan tidak tahu jenis kesenian yang ditampilkan. Tetapi, mereka sempat memberikan standing applause (aplaus sambil berdiri) kepada Kota Probolinggo. "Ada yang bilang mau nanggap kalau mau ada acara sunatan sama nikahan. Orang Jakarta sendiri sangat terkesan dengan kesenian yang kami tampilkan," imbuhnya.
Tidak hanya jaran bodag, tari lengger juga ikut nimbrung di gado-gado pendalungan. Ada yang menarik, saat tari lengger akan tampil, para anggota Yuangga sempat berpikiran negatif. Karena yang mereka kenal, lengger Mangunharjo selalu dianggap sebagai gambaran kesenian yang kurang menarik.
Tetapi setelah melihat penampilan lengger di TMII, mereka merubah anggapannya sendiri. "Lengger yang kami tampilkan ada modifikasinya. Mereka semua senang. Saya juga membatasi gerakan-gerakan yang dinilai orang pornoaksi dan menjaga nama baik Kota Probolinggo," jelas Wiwik, saat ditemui, kemarin siang.
Di sana mereka juga sempat mempromosikan museum, penghargaan serta prestasi yang dimiliki kota ini. Pameran produk unggulan UKM juga menjadi satu paket dalam gado-gado pendalungan.
"Selain kesenian, pemkot juga diminta untuk menampilkkan produk unggulan UKM yang dipamerkan. Banyak juga yang laris. Seperti sandal batik, bumbu pecel, abon ikan, bordir dan kerajinan keramik,. Yang jelas, acara ini menjadi kebanggan tersendiri bagi Kota Probolinggo" sambung Kukuh, yang ikut nimbrung waktu itu.